PKH : BAKTI UNTUK NEGERI YANG TAK TERSAMPAIKAN

Oleh :
Siti Nursyahida
(Kader HMI komisariat Pertanian UNRAM)

Kondisi pandemi yang belum usai menimbulkan banyak perkara dalam ruang lingkup kehidupan berwarga negara. Salah satu bidang yang paling terdampak oleh situasi pandemi ini adalah bidang ekonomi. Berbagai macam bantuan dikerahkan oleh pemerintah guna membantu masalah perekonomian masyarakat. Bantuan yang paling umum dijumpai, terutama di kelurahan/desa adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Peraturan Menteri Sosial no. 1 tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan Pasal 3 mengatur terkait sasaran PKH, dimana: “Sasaran PKH merupakan keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin, memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteran sosial”.

Bantuan PKH dapat berupa uang dan sembako. Pendataan penerimanya tak lepas dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Setelah melewati alur yang selektif maka keluarlah nama-nama penerimanya. Entah karena keteledoran verifikasi data atau yang lainnya, penerima bantuan PKH dinilai tidak tepat sasaran. Bagaimana tidak ?. Masyarakat yang terbilang tidak masuk kriteria sasaran banyak yang menjadi pemeroleh dari bantuan ini.

Di wilayah penulis (Sakra Barat, LOTIM), kebanyakan penerima PKH adalah mereka yang tergolong mampu. Kerap kali dijumpai penerima PKH yang dengan keadaan ekonominya normal, bahkan dengan perhiasan di tubuhnya sedang antri untuk menerima bantuan. Sementara itu ada masyarakat yang kondisi ekonominya lebih buruk, yang sudah lanjut usia (lansia) dan tak mampu bekerja lagi tidak menjadi penerima program ini. Padahal jika berpatokan kepada pasal 3 yang termuat di muka, seharusnya penerima PKH adalah mereka yang memiliki kriteria yang disebutkan dalam pasal tersebut.

“Saya yang janda, sudah tua renta, selama ini hanya memandang kalian membawa beras dan telur-telur itu. Sedangkan saya tak pernah sekalipun menerima sembako”, ucap salah seorang warga di desa penulis kepada tetangga muda nya yang merupakan penerima PKH. Pemerintah desa dinilai pilih kasih karena penerima bantuan yang didominasi oleh warga yang berhubungan baik dan erat dengan aparat desa. Fenomena seperti ini tak hanya dijumpai di satu wilayah saja. Penulis banyak mendiskusikan terkait permasalahan ini bersama teman-teman dari berbagai daerah. “Di desa saya juga begitu. Orang yang buka kios tapi dapat PKH, sedangkan mereka yang tua jompo tidak mendapatkan bantuan apa-apa”, ungkap rekan diskusi penulis dari Loteng.

Banyak dijumpai kasus pemanipulasian data penerima PKH oleh pihak -pihak terkait. Manipulasi data seperti ini tentunya salah di mata hukum dan sudah diatur dalam pasal 43 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Disebutkan bahwa pelaku pemalsuan data verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (3), dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.

Masalah PKH yang tidak tepat sasaran ini seharusnya dituntaskan segera, dalam rangka pengimplementasian Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang termuat dalam sila ke-5 Pancasila. Mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara juga sempat menyusun aturan baru guna menanggulangi permasalahan ini. “Ini satu hal yang mungkin didiskusikan dengan Pak Dirjen dan jajaran, bentuknya seperti apa, aturan mainnya seperti apa, supaya bisa diterapkan di lapangan”, tutur Juliari dalam rapat koordinasi PKH melalui konferensi video, Rabu (3/6/2020). Pemerintah (dalam hal ini adalah Kementerian Sosial) harus lebih selektif dalam hal pendataan. Validasi DTKS haruslah dilakukan secara terstruktur dan terukur.

Pemerintah dapat melakukan graduasi (pemberhentian) penerimaan bantuan terhadap masyarakat yang sudah tidak termasuk kriteria penerima bantuan lagi. Kesadaran diri masyarakat hendaknya juga ada. Jika perekonomian dirasakan sudah sejahtera, pengunduran diri dari program bantuan pantas dilakukan. Pemerintah desa juga harus ikut andil ekstra dalam membantu dan memperbaiki pendataan, seperti dengan menyelenggarakan musyawarah desa secara periodik guna mencapai Program Keluarga Harapan yang tepat sasaran.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *