Tiga Kunci Membangun Ekonomi Melalui Industri
Oleh: Muhamad Bai’ul Hak, SE., M.AppEc
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram
Salah satu pemikir ekonomi, yaitu Walt Whitman Rostow; seorang ekonom sekaligus politikus asal Amerika. Pada tahun 1960, Rostow pernah sebuah buku femonal berjudul The Stages of Economic Growth: a non-communist manifesto. Terdapat 5 (lima) tahapan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu: (1). Masyarakat tradisional (the traditional society); (2). Prasyarat untuk tinggal landas (the preconditions for take-off); (3). Tinggal landas (the take-off); (4). Menuju kekedewasaan (the drive to maturity); dan (5). Masa konsumsi tinggi (the age of high mass-consumption).
Salah satu isi dari buku ini adalah tentang teori lepas landas sebuah negara, ditandai dengan tumbuhnya berbagai sektor industri sebuah negara. Indonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), sudah sejak lama dilabeli negara agraris. Sudah lama juga kita ekspor kekayaan alam tersebut secara langsung tanpa adanya pengolahan, misalkan hasil tambang, hasil pertanian, perikanan dan sejenisnya. Maka dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara, upaya lepas landas menjadi negara industri bercirikan agraris harus menjadi prioritas.
Tidak ada perdebatan soal industri menjadi jawaban atas SDA yang melimpah. Secara bertahap, jika daerah agraris ingin memberikan dampak yang besar (multiplier effect), maka jawabannya adalah mengolah komoditas atau SDA, termasuk di dalamnya hasil pertanian, perkebunan, peternakan, komoditas dari dari sektor laut, baik yang ditangkap maupun budidaya, dan komoditas lainnya. Artinya, berpindah (shifting) dari status agraris menuju industri menjadi satu keniscayaan jika ingin mempercepat pembangunan ekonomi.
Dalam upaya mengakselerasi terwujudnya pembangunan ekonomi melalui industri, setidaknya ada 3 arah kebijakan yang harus dilakukan, antara lain.
1. memenuhi “mayoritas” kebutuhan dalam daerah (Local Needs)
2. menciptakan Produk/Komoditi yang banyak kita impor (Import Substitution Industrialization)
3. mendorong Produk/Komoditi Berorientasi Ekspor (Export-Oriented Industrialization)
Strategi Pertama, yaitu menciptakan produk barang/jasa yang menjadi kebutuhan masayarakat lokal. Misalkan selama ini masyarakat membutuhkan daging sapi 100 Ton per hari, namun kemampuan kita hanya 50 ton per hari. Maka kebiajakan harus meningkatkan produktivitas peternak sapi sehingga mampu memberikan pasokan (supply) terhadapa kebutuhan lokal.
Strategi Kedua, yaitu Import Substitution Industrialization atau mengurangi ketergantungan produk atau komoditas impor. Tentu tidak akan 100 (serratus) persen lepas dari produk impor, namun produk/komoditas impor yang mampu kita ganti harus segera dieksekusi. Misalkan selama ini kita impor beras, maka potensi lahan pertanian harus dioptimalkan agar mampu meningkatkan produksi. Sehingga kita bisa menuju negara yang mandiri untuk mengurangi impor.
Strategi Ketiga, yaitu Export-Oriented Industrialization atau mencipatakan produk yang berorientasi ekspor. Kebiajakan industri agar menghasilkan produk yang mampu menembus pasar global akan memberikan dampak ekonomi yang lebih luas. Produk yang berorientasi ekspor juga mendorong Sumber Daya Manusia (SDM) kita untuk terus berinovasi dan beradaptasi mengikuti perkembangan, baik itu perkembangan teknologi informasi maupun perkembangan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Kebijakan nasional juga mengarah kepada menekan impor dan meningkatkan kualitas ekspor. Momentum pemulihan Covid-19, pada tahun 2021, Presiden Jokowi berkomitmen untuk berhenti impor obat-obatan dan alat kesehatan. Kemudian akhir-akhir ini, Presiden Jokowi menyatakan stop ekspor nikel, kemudian stop ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023. Hal ini tentu sebagai upaya memberikan dampak ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat dan juga bagi negara.