Ditulis Oleh : Khairuddin Juraid
Korwil Bapilu NTB1 (DPP PARTAI GOLKAR)
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengeluarkan pernyataan terkait adanya rencana perubahan sistem Pemilu Proporsional Terbuka kembali ke Sistem Proporsional tertutup. Sontak pernyataan ini mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan kapasitas Ketua KPU yang terkesan melampaui kewenangannya. KPU adalah institusi pelaksana undang-undang. Bahkan Rocky Gerung mengatakan sistem proporsional tertutup akan membuka pintu bagi para politisi busuk.
Untuk mengubah sistem Pemilu maka perlu dilakukan revisi UU 7/2017, memang UU tersebut kini sedang diajukan Judicial Review.
Wacana untuk menerapkan proporsional tertutup sempat menguat beberapa tahun silam. Alasannya kala itu adalah fenomena money politics semakin merajalela semenjak proporsional terbuka, kedua seiring juga dengan menurunnya kualitas anggota Parlemen di semua tingkatan.
Tapi, keputusan untuk kembali ke sistim proporsional tertutup, berpotensi semakin rendahnya partisipasi politik sebagai syarat negara demokasi. Sisi lain berpotensi menguatkan oligarki Partai Politik seperti yang terjadi pada era orde baru. Memang tidak ada sistim yang sempurna dan final.
Oleh sebab itu, Partai Golkar pernah mewacanakan sistim gabungan seperti di Jerman tentu dengan penyesuaian. Sebagai contoh Dapil NTB 1 ada 3 kursi DPR RI. Maka, 1 kursi untuk memilih orangnya dan 2 kursi memilih partai atau sebaliknya. 2 Partai yang memenangkan kursi tersebut, akan menentukan anggota partai yang diutus mewakili Dapil NTB 1.