Jakarta, Salam Pena News – Rukun Aktivis Seluruh (RUSA) NTB akan menggelar aksi demonstrasi pada hari Jumat, 18 Oktober 2024 besok di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia, Jakarta Pusat.
Aksi tersebut terkait dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan oleh Pj. Walikota Bima, Drs. Mukhtar MH, yang telah menimbulkan keresahan di masyarakat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bima 2024.
Abdul Fattah, SH, selaku Koordinator Lapangan aksi tersebut, menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai bentuk protes terhadap tindakan Pj. Walikota Bima yang diduga kuat telah melanggar prinsip netralitas ASN.
“Kami melihat adanya upaya yang mencurigakan, di mana Pj Walikota berencana melakukan mutasi dan rotasi pejabat strategis di lingkungan pemerintahan Kota Bima menjelang Pilkada, yang tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam netralitas ASN serta stabilitas politik di Kota Bima,” ungkap Fattah.
RUSA NTB menyampaikan bahwa tindakan tersebut mencakup mutasi dan rotasi beberapa pejabat penting, termasuk Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, serta seorang Sekretaris Dewan. Rencana mutasi ini, yang tidak didasarkan pada alasan hukum yang jelas, diduga bertujuan untuk menguntungkan kepentingan politik golongan tertentu.
Pelanggaran Netralitas ASN dan Aturan yang Dilanggar
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN diwajibkan untuk bersikap netral dan tidak memihak kepada kepentingan politik tertentu. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) huruf d Undang-Undang ASN, yang secara tegas melarang keterlibatan ASN dalam politik praktis.
“Rencana Pj Walikota untuk melakukan mutasi pejabat strategis dalam periode sensitif menjelang Pilkada dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan melanggar ketentuan hukum,”ungkap Alumni Kampus Mataram ini.
Lebih lanjut, Fatah memaparkan, Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada juga melarang kepala daerah, termasuk Penjabat Kepala Daerah, untuk melakukan mutasi atau rotasi jabatan dalam kurun waktu enam bulan sebelum dan sesudah penetapan pasangan calon. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya intervensi politik dalam birokrasi pemerintahan selama proses Pilkada.
“Tindakan ini jelas melanggar aturan yang berlaku dan menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil,” tegasnya.
RUSA NTB menyampaikan beberapa tuntutan kepada pihak berwenang:
1. Mencopot Pj. Walikota Bima NTB akibat potensi pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan menjelang Pilkada 2024.
2. Menghentikan prosesi mutasi-rotasi pejabat strategis di lingkungan Pemerintahan Kota Bima yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan berpotensi menguntungkan pihak tertentu.
3. Menegakkan netralitas ASN di Kota Bima, memastikan bahwa ASN tidak terlibat dalam politik praktis demi menjaga profesionalitas dan integritas pemerintahan.
4. Mewujudkan Pilkada yang bersih dan bebas dari intervensi kepentingan politik, guna menjaga kualitas demokrasi dan mencegah terjadinya distorsi dalam proses demokrasi.
Abdul Fattah menekankan bahwa RUSA NTB berkomitmen untuk terus mengawal proses Pilkada di Kota Bima agar berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi yang bersih, adil, dan bebas dari intervensi politik.
“Pilkada yang jujur dan adil adalah hak seluruh masyarakat Kota Bima, dan kami tidak akan tinggal diam ketika ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang ingin merusak integritas proses tersebut,” tegasnya.
Ancaman Terhadap Stabilitas Demokrasi
Selain dugaan pelanggaran hukum, RUSA NTB juga menyoroti dampak negatif dari tindakan Pj. Walikota terhadap stabilitas sosial dan politik di Kota Bima.
Fattah menjelaskan bahwa tindakan mutasi pejabat di masa yang sensitif ini berpotensi memicu keresahan publik, memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan mengganggu kelancaran proses Pilkada.
“Tindakan ini berpotensi menurunkan kualitas demokrasi di Kota Bima karena membuka celah bagi intervensi politik yang tidak sehat,” tambahnya.
Penegasan Hukum
Dalam konteks ini, RUSA NTB juga mendesak Menteri Dalam Negeri untuk mengambil langkah tegas dengan menghentikan seluruh proses mutasi yang diajukan oleh Pj Walikota Bima.
“Menteri Dalam Negeri harus tegas dalam mengambil keputusan ini. Jika dibiarkan, tindakan tersebut dapat mencoreng proses demokrasi yang sedang berlangsung dan menciptakan ketidakadilan bagi peserta Pilkada lainnya,” ujar Fattah.
RUSA NTB berharap agar aksi yang mereka gelar besok akan mendapat perhatian serius dari pihak Kementerian Dalam Negeri, serta diikuti dengan langkah-langkah konkret untuk menghentikan pelanggaran netralitas ASN di Kota Bima.
“Kami akan terus mengawal isu ini sampai keadilan ditegakkan dan proses Pilkada berjalan dengan baik,” pungkas Fattah.*