Pemberantasan Kejahatan Narkotika, Jangan Melawan Hukum

Adhar, SH, MH.
Praktisi Hukum Sambo Law Firm

Dalam tulisan ini saya berangkat dari keadaan empiris yang mencengangkan antara kepastian hukum dengan kemanfaatan hukum, yang mana didahulukan antar keduanya. Diawali postingan yang berjilid-jilid (kloter 1 s/d 10) yang dilakukan oleh akun Facebook Badai NTB, tujuan Badai NTB sekilas sebagai upaya untuk memberantas penyalahgunaan narkotika  yang marak terjadi wilayah NTB khususnya Bima-Dompu. Postingan tersebut mendapat respon positif dari masyarakat mulai dari mak-mak, anak-anak, aktivis, dan semua kalangan termasuk pegiat anti penyalahgunaan narkoba. Dalam Postingan Facebook memuat foto orang-orang yang diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkotika lengkap dengan caption wilayah kerjanya.

Dari postingan tersebut Saya melihat dari sudut padang penegakan hukum, mengutip Lawrence Meir Friedman dalam bukunya The Legal System A Social Science Perspective dalam tulisannya Friedman dalam memberikan perlindungan hukum di masyarakat harus berangkat dari 3 (tiga) elemen penting dalam sistem hukum, yaitu Struktur hukum (legal structu), Substansi hukum (legal substancy), dan Budaya hukum (legal cultur). Sederhananya maksud sistem hukum tersebut dalam konteks penegakan hukum: legal structuct dalam penegak hukum misalnya polisi, Jaksa, BNN, dan lembaga negera yang mempunyai wewenang dalam penegakan hukum narkotika, Substansi (legal substancy) aturannya misalnya UU No. 35 tahun 2009 dan KUHAP serta aturan turunannya, dan Budaya (legal cultur) budaya hukum dibagi 2 (dua), yaitu budaya hukum masyarakat dan budaya hukum pemerintah termasuk penegak hukum, 3 (tiga) elemen penting dalam sistem hukum tersebut harus berjalan beriringan agar penegakan hukum sesuai dengan tujuan hukum.

Apa yang dilakukan Akun Facebook Badai NTB tersebut bagian dari kerjanya sistem hukum dengan adanya kesadaran hukum masyarakat sebagai pelopor pemberantasan penyalahgunaan narkotika, sehingga berefek gelombang anti narkoba di masyakarat NTB lebih khusus di Bima dan Dompu, menurut saya tindakan tersebut sangat membantu dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika, dalam tanda kutip “kalau dilakukan berdasarkan mekanisme hukum (KUHAP)”. Namun, dampak buruk dari tindakan tersebut ada martabat manusia yang dilanggar, di mana postingan tersebut menjadikan pengadilan jalanan bagi orang yang belum tentu bersalah padahal KUHAP menjamin hak-hak tersangka atau terdakwa. Apalagi orang-orang tersebut belum ada yang diadili di muka persidangan.

Dalam proses penegakan hukum  ada istilah Criminal Justice System (CJS) atau Sistem Peradilan Pidana (SPP) merupakan suatu istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan yang berdasarkan KUHAP dimana secara jelas dan tegas Pasal 3 KUHAP “Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Menurut Prof. Yusril Ihza Mahendra memaknai Pasal 3 tersebut bahwa norma-norma hukum acara pidana haruslah bersifat tegas dan tidak boleh ditafsir-tafsirkan demi memelihara kepastian hukum, mengingat norma hukum acara pidana berkaitan langsung dengan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dihormati oleh siapapun juga. (yusril.ihzamahendra.com). Selanjutnya Prof. Eddy Omar Hiariej baru-baru ini menyatakan, Kalau hukum acara pidana harus ditafsirkan maka prinsip penafsiran tidak boleh merugikan orang yang dilaporkan, yang diperiksa, tersangka, terdakwa, terpidana, maupun narapidana. (detiknews: Hukum Acara Pidana Bukan untuk Menghukum, tapi Melindungi HAM”). Artinya proses hukum itu ketat dan tegas karena dalam proses penegakan hukum ada hak asasi manusia yang dilindungi.

Maka jika mau menegakan hukum jangan juga melanggar  hukum, ikuti aturan main dalam KUHAP. Jika mau membawa pelaku yang diduga kuat melakukan kejahatan narkoba, maka mekanisme hukumnya lapor dan disertai bukti permulaan yang cukup.
Pertanyaannya, Apakah foto-foto atau dokumen elektronik bisa dijadikan bukti? Mengutip pendapat rekan saya terhadap postingan Badai NTB tersebut Safran, SH, MH  “Satu hal yang menarik untuk di Diskusikan secara bersama oleh akademisi hukum dan praktisi hukum’ yaitu tentang kekuatan alat bukti yang diajukan oleh Badai NTB dalam menerangkan keterlibatan beberapa orang dari kloter 1 Sampai kloter 10 sebagai Bandar Narkoba’ Dalam perspektif hukum pembuktian.  Jika benar ada bukti berupa CCTV  dan Rekaman yang dijadikan bukti untuk menerangkan  keterlibatan kloter 1 sampai kloter 10′ maka pertanyaan selanjutnya dengan cara apa dan dalam kapasitas apa Badai NTB memperoleh CCTV dan rekaman? Jika CCTV dan Rekaman itu diperoleh secara melawan hukum’ maka berdasarkan hukum pembuktian terhadap bukti yang diperoleh secara melawan hukum tidak bisa dijadikan bukti’ (Unlawful legal edividence).” (Facebook Safran  Fran). Artinya foto-foto atau chat-chat yang diperoleh secara melawan hukum tidak boleh dijadikan bukti.
Pertanyaan terhadap tindakan tersebut bolehkah mempublikasikan/memosting seseorang yang diduga melakukan kejahatan ke Media Sosial? Bahwa dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Prinsip dasar dalam hukum acara pidana jika belum ada putusan hakim yang menyatakan perbuatan seseorang bersalah, maka tidak dapat kita menjustifikasi dia bersalah (presumption of innocent). Jika dilakukan maka larinya bisa pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) tersebut, apalagi belum masuk pro justitia yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Hal ini akan berdampak pada pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan juga memicu tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) ditengah-tengah masyarakat serta berakibat pada stabilitas keamanan.

Lalu, kapan kita bisa memosting foto orang yang diduga kuat melakukan kejahatan? menurut saya untuk tujuan penegakan hukum setelah ada proses yang dilalui yaitu penyidikan dan penuntutan, persidangan, bahkan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang menyatakan seseorang bersalah: Dalam proses penyidikan ketika tersangka tidak kooperatif hadir menghadap penyidik, maka untuk kepentingan proses hukum pihak kepolisian mengeluarkan Surat Daftar Pencarian Orang dan begitupun proses selanjutnya.

Kesimpulan dari tulisan ini dalam negera hukum (rechtstaats) kepastian hukum sangat diperlukan agar tidak ada tindakan kesewenang-wenangan dalam negara. Maka tegak lah hukum yang selurus-lurusnya berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Tindakan masyarakat melakukan penegakan hukum dengan memberantas kejahatan narkoba, juga sangat bermanfaat dalam penegakan hukum. Akan tetapi kemanfaatan hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat.*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *