Salampena News – Pemilihan rektor (Pilrek) menjadi salah satu momentum untuk merefleksikan segala aktivitas dan interaksi yang sering kali terjadi di lingkup Universitas Mataram (Unram). Apalagi 2026 Unram akan melangsungkan pemilihan rektor tersebut dan menjaring beberapa suara untuk bisa memenangkan pertarungan.
Namun, menjadi refleksi bersama sebagai catatan hitam kepemimpinan prof Bambang di universitas Mataram. Terdapat berbagai persoalan yang sangat serius yang di hadapi untuk kita renungkan sebaik baiknya.
Mengingat pemilihan rektor bukan saja mencari siapa yang lihai memainkan kekuasaan akan tetapi kelayakan akan kepemimpinan birokrasi kampus dan civitas akademika harus tertuju dengan pengalaman kepemimpinan, dan terpenting adalah proses dan tata cara harus sesuai peraturan dan tidak memberi kesan mengakali hukum.
Dengan gagasan itu kita dapat menguak segala bentuk peristiwa yang sering kali kita saksikan. Mulai dari teror ketakutan, intimidasi dan kebebasan akademik di batasi.
Apalagi kampus harus menjadi laboratorium pengetahuan dan membentuk karakter manusia di dalamnya sesuai dengan nafas tri darma perguruan tinggi. Sehingga, menjalar kepemimpinan untuk mempin universitas Mataram tentu harus di gunakan parameter pengetahuan dan kebijaksanaan sebagai maestro atau bapak pengetahuan.
Beberapa catatan hitam kepemimpinan tersebut akan saya uraikan satu persatu sebagai bahan evaluasi dan refleksi kelayakan dari pada rektor melanjutkan kepemimpinan atau tidak.
1. Kebebasan akademik, kebebasan akademik sering kali menjadi pusat aktivitas baik dari mahasiswa, maupun birokrasi kampus itu sendiri. Dimana ruang terbuka di berikan sebaik baiknya bagi siapapun yang punya gagasan atau ide besar untuk membawa Unram sesuai visi dan misi. Namun, beberapa tahun yang lalu kejadian naas justru terjadi di kampus universitas Mataram. Penolakan secara tegas yang dilakukan oleh rektor terhadap kedatangan Rocky Gerung untuk menjadi narasumber. Dan itu Sangat memalukan bagi dunia kampus. Sementara di kampus kampus besar, pertikaian dan pertukaran gagasan dan ide sering kali lahir di kampus dan itu di dorong oleh beberapa ahli di bidangnya.
2. Premanisme yang selalu di rawat oleh rektor, aksi mahasiswa menuntut berbagai persoalan kampus justru menjadi cikal bakal lahirnya kepemimpinan yang premanisme. Mahasiswa disikapi dengan tindakan represif. Berbagai tindakan tersebut sebagian mahasiswa di larikan ke rumah sakit akibat mendapatkan penganiayaan yang cukup lumayan keras dari pihak kampus yaitu satpam.
3. Kehadiran Hasto sekjen PDIP di lingkup Unram. Dengan demikian, memperkuat dugaan kami sebagai mahasiswa waktu itu bahwa rektor universitas Mataram yang saat itu prof Bambang selalu hadir dengan wajah kepentingan pada partai politik. Padahal sejatinya, kampus tidak boleh terlalu terbuka dengan hal hal yang berbau politis apalagi itu dilakukan oleh rektor sendiri. Sementara dinsatu sisi rektor justru menolak kedatangan Rocky Gerung untuk mengisi materi dan dianggap sebagai pembawa kebencian. Tindakan tersebut kami anggap sebagai tindakan yang tidak profesional dari seorang rektor.
4. Intimidasi secara terang terangan, rektor Sering kali mengajak mahasiswa yang ketika melakukan advokasi berbagai persoalan kampus untuk unjuk taring hanya karna rektor pernah mengikuti karate waktu itu. Dan tindakan itu mendorong terbukanya ruang premanisme di kampus dan memelihara kepentingan parpol juga membatasi kebebasan akademik juga pendapat.
Dari rangkaian catatan tersebut, penulis hanya ingin menyampaikan bahwa pemilihan rektor kali ini harus benar benar hadir dengan berbagai gagasan akademik yang ideal untuk membawa perubahan dan kemajuan bagi dunia kampus lebih lebih universitas Mataram itu sendiri.
Pemimpin atau rektor universitas Mataram harus hadir dengan berbagai sikap dan karakter yang selalu menjunjung tinggi nilai nilai yang terkandung di dalam tri darma perguruan tinggi sebagai ide besar untuk merubah paradigma kampus.
Dengan demikian, kampus harus hadir sebagai penjamin mutu pendidikan dan civitas akademika untuk menjunjung tinggi nilai nilai kebenaran, keadilan dan kemanfaatan. Juga kampus harus hadir sebagai ruang aman dimana setiap mahasiswa dan birokrasi dapat melakukan aktivitas interaksi yang lebih baik dalam mendorong percepatan pembangunan sumber daya manusia di dalamnya.
Kampus sebagai laboratorium pengetahuan harus hadir dengan ruang yang aman bagi setiap mahasiswa dan menjamin keberlangsungan dialektika baik dalam menyampaikan pendapat juga dalam mengkritisi setiap kebijakan yang tidak pro terhadap mahasiswa.
Sebagai perenungan panjang di pemilihan rektor kali ini dan bentuk cinta yang sesungguhnya untuk kemajuan universitas Mataram tercinta penulis ingin yang memimpin universitas Mataram adalah dia yang meletakkan fondasi pengetahuan dan nilai di atas segala kepentingan apapun berdasar peraturan yang berlaku.*